23 Februari 2009

Memanjakan Berlebihan

Note: Artikel ini gue ambil dari website Nestle

Kasih sayang orang tua terhadap anak merupakan insting alami. Namun, bagi sebagian ibu, kasih sayang mengalir terlalu deras dan sulit dihentikan. Berbahayakah?

Apakah rumah Anda terlihat seperti taman bermain? Di setiap ruang ada pojok bermain, penutup lantai dan tirai kamar mandi bermotif kartun kesayangan anak, dan dinding-dinding di dalam rumah penuh dengan hiasan hasil karya dan foto buah hati? Lebih dari itu, Anda kerap mengucapkan: "Seluruh hidup saya hanya untuk anak saya. Semua yang saya lakukan atas dasar pertimbangan anak." Jika Anda seperti itu, Anda perlu berhati-hati karena bisa jadi ini merupakan indikasi bahwa Anda memberikan kasih sayang berlebihan. Di kemudian hari, Anda akan tersadar bahwa si kecil tumbuh menjadi sosok yang suka memerintah, ingin menguasai, dan minim toleransi.

Perilaku orang tua seperti itu membuat banyak psikolog anak cemas. Dalam buku Too Much of a Good Thing, Dan Kindlon, PhD, menuliskan, "Dengan selalu melindungi anak dari kesulitan, tanpa sadar orang tua telah menutup kesempatan bagi anak untuk belajar mengatasi masalah. Dengan tidak membatasi perilaku anak, orang tua menghambat perkembangan karakter anak."

Pergeseran Pola Asuh
Perubahan zaman membawa dampak besar terhadap pola pengasuhan anak. Menurut sensus penduduk 2000, seorang wanita rata-rata memiliki 6 anak pada tahun 1960-an dan turun menjadi 2,3 anak pada tahun 2000. Data tersebut dilengkapi keterangan bahwa keluarga dengan tingkat ekonomi atas-menengah memiliki 2 anak, tingkat menengah 2-3 anak, dan tingkat bawah rata-rata 3 anak. Yang perlu digaris bawahi: Karena jumlah anggota keluarga semakin sedikit, orang tua bisa menaruh perhatian lebih kepada anak dan seluruh sumber dayanya dicurahkan kepada anak.

Perbaikan ekonomi dan ketersediaan perangkat teknologi juga ikut ambil peran. Kini, orang tua dari kelas ekonomi menengah-atas "melengkapi" anak dengan televisi, telepon seluler, dan perangkat elektronik pribadi. Dari sudut pandang anak, orang tua sudah menyediakan segala kebutuhan tanpa perlu balasan apapun. Beberapa alasan lain hal ini dapat terjadi pada orang tua yang sibuk bekerja, orang tua tunggal maupun orang tua yang mendapatkan buah ahti yang telah lama diidam-idamkan.

Apa Pengaruh Buruk Dari Sikap Ini?
Satu hal yang sulit dilakukan adalah memberi batasan jelas kepada anak, yang berarti menetapkan peraturan, larangan, dan memegang teguh kesepakatan bersama antara anak dan orang tua. Batasan tersebut bisa Anda terapkan ketika anak menginjak usia batita dan transisi itu bisa menjadi masa yang amat sulit. Jika Anda bisa memberi limpahan kasih sayang kepada si bayi, kini Anda perlu mencoba memberi larangan kepada si batita. Tentu pada awal pelatihan, anak akan tampak sangat sedih. Di sinilah keteguhan Anda sebagai orang tua diuji. Dalam kultur masyarakat perkotaan yang super sibuk, orang tua kerap menyerah terhadap rengekan anak karena cara itu dianggap paling mudah dan paling cepat. Padahal, anak menemukan rasa aman dalam pembatasan dan konsistensi.

Ada juga kasus orang tua yang selalu ingin ”melayani” anak. Ketika tiba saat belajar berjalan, orang tua masih menggendongnya kemanapun. Ibu selalu menyuapi meskipun anak ingin belajar makan sendiri. Seharusnya orang tua menangkap sinyal dan keinginan anak untuk mandiri, dan mendorong perilaku positif tersebut demi mengasah kemampuan dan kepercayaan diri anak. Para pakar berpendapat, hubungan orang tua-anak kini lebih dekat secara emosional dibandingkan dengan hubungan serupa empat atau lima dekade lalu. Anak menikmati kedekatan dengan orang tua. Yang menjadi masalah adalah orang tua terkadang tidak bisa menerapkan keakraban dan memberi batasan kepada anak dalam saat bersamaan.

Seimbangkan Disiplin dan Kasih Sayang
Kasih sayang dan disiplin sama penting dan dibutuhkan oleh anak. Yang terbaik adalah menyeimbangkan limpahan kasih sayang dengan penerapan disiplin sejak dini, sesuai usia dan fase perkembangan anak.

Pemberian barang atau uang perlu disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak. Jangan memberi mainan dalam jumlah banyak sekaligus karena dapat menurunkan arti penting mainan tersebut, selain dapat menyebabkan anak sulit berkonsentrasi. Ungkapan kasih sayang dapat pula diberikan dalam bentuk mendengarkan keluhan dan kesulitan anak dan berusaha mencari jalan keluar bersama,” jelas Dra. Miranda.

Melatih kedisiplinan dan memperkenalkan anak pada aturan sebaiknya dilakukan sejak dini. Secara konsisten, tunjukkan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang buruk, disertai penjelasan yang tepat dan disampaikan dalam bahasa yang dimengerti oleh anak. Sesekali, orang tua perlu bersikap tegas dan bila perlu memberi hukuman jika anak melakukan kesalahan atau kesengajaan. Pemberian hukuman harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak disertai penjelasan alasan ia dihukum, perilaku apa yang salah, dan bagaimana memperbaikinya. Namun, hindari hukuman fisik dan jangan lupa memberikan perhatian serta penghargaan terhadap perilaku positif anak.

Memang tidak ada ukuran pasti mengenai besaran kasih sayang yang tepat bagi anak agar dia bisa tumbuh menjadi pribadi mandiri dan percaya diri.


Beri Batasan

Jika anak: Suka merengek minta dibelikan mainan model terbaru.
Lakukan: Ajak berdiskusi seputar keuntungan dan kerugian jika mainan itu benar-benar dibeli atau tidak. Anak perlu diajarkan bahwa tidak semua keinginan dapat selalu terpenuhi dalam kehidupannya kelak.


Jika anak: Selalu minta dipuji.
Lakukan: Pujian merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berguna untuk meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri anak. Namun, pujian yang diberikan sebaiknya sesuai dengan perilaku atau sikap yang ditampilkannya. Jika anak melakukan sesuatu yang baik, misalnya mendapat nilai ujian tinggi, rajin belajar, membantu ibu atau ayah, maka dia perlu mendapat pujian. Tapi jika dia melakukan kesalahan, jangan sesekali memberi pujian. Anak yang selalu ingin dipuji biasanya memiliki kepercayaan diri yang rendah. Jadi, anak perlu diberi kesempatan untuk mengembangkannya dengan mengangkat aspek positif dari dalam diri.


Jika Anak: Selalu minta dibelikan barang baru yang dimiliki teman (tidak mau kalah).
Lakukan: Penuhi keinginan anak sesuai kebutuhan. Anak perlu diajarkan untuk mengerti bahwa tidak semua benda yang dimiliki orang lain harus dia miliki. Beri kesempatan kepada anak untuk mengelola uang saku.


Jika Anak: Tidak mau menerima kritik dari orang lain.
Lakukan: Hal ini biasanya terjadi pada anak yang jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkan kritik. Jika sudah terbentuk demikian, latih anak untuk menerima kritik di lingkungan keluarga. Apabila dia tidak mau menerima, bahas bersama mengenai kritik itu, mulai dari substansinya, alasan dia mendapat kritik, dan keuntungan yang didapat dari kritik itu. Dengan "latihan" rutin seiring waktu, anak akan bisa menerima masukan orang lain.

(PT. Nestlé Indonesia bekerja sama dengan Parents Indonesia)

2 komentar:

  1. setuju bgt gw sama artikelnyaaa...soalnya gw kenal sama 1 mom yang anaknya udah hampir 1 thn tapi masih digendong" gitu..gw sama temen gw suka mikir kalo itu anaknya udah belajar jalan belum yah..soalnya setiap kali ketemu, pasti anaknya digendong mulu..padahalkan udah waktunya tuh anak belajar jalan..

    btw..ken n kai emang panjang tauu *gak mo ngalah* huahahaha..pas baru lahir sih ken itu 51cm, kai itu sekitar 50.5cm..tapi gak tau juga sih itu panjang apa gak..panjang gak sih??*gw gak tau apa" nihh*

    BalasHapus
  2. wah nice artikel :)..kl gue si kl mikel melakukan yang baik2 pasti langsung dipuji kl buruk2 jarang ngomel2 cm nasihatin baik2 sampai dia ngerti:D..kl ga yang nmny anak ni kl kita ocehin or pukul, diany tetep ga bakal ngerti yg ada malah langsung ngikutin kita marah2 melulu plus mukul2..kl dbilangin baik2 salahnya apa kenapa salah jg ngerti :) cm kadang susah kontrol emosi ya kl lagi marah :)..mang punya anak ga gampang ni apalagi soal didikannya..musti banyak2 berdoa jd tau yang terbaik :)

    BalasHapus